Rabu, 07 Maret 2012
ALAT PENURUN EMISI GAS BUANG PADA MOTOR, MOBIL, MOTOR TEMPEL DAN MESIN PEMBAKARAN TAK BERGERAK
Abstrak
Penggunaan kendaraan bermotor perlu diikuti dengan upaya untuk melestarikan lingkungan hidup, karena gas buang
dari hasil proses pembakaran sangat nyata pengaruhnya terhadap pencemaran udara dan lingkungan. Satu metoda untuk
menyelesaikan permasalahan di bidang pencemaran udara telah dilakukan dengan menggunakan suatu alat tambahan,
yang dirancang di Program Studi Teknik Mesin Universitas Udayana. Berdasarkan pada data pengujian yang telah
dilakukan terhadap alat tambahan tersebut, tampak dengan jelas bahwa alat tambahan yang telah dirancang mampu
mengurangi emisi gas CO secara signifikan, hingga batas paling minimum, serta secara rata – rata mampu dikurangi
hingga di atas 54 %. Selain mampu mengurangi emisi gas buang CO2 dan HC, juga mampu meningkatkan kandungan
O2. Alat tambahan tersebut tidak berpengaruh terhadap unjuk kerja kendaraan saat beroperasi. Satu keuntungan lainnya
adalah alat tambahan juga mampu mengurangi tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh motor.
Abstract
Emission gas reducer on motor vehicle, automobile, light engine of boat and stationary combustion engine. The
use of motor vehicle should be followed by protection against damages on the environment, since the exhaust gas from
combustion engine has significantly affect on air and environmental pollution. One method to solve the problems in air
pollution has been done by using a re-heater designed in Mechanical Engineering Department, University of Udayana.
In accordance to the test on the re-heater, it can be seen very clear that the re-heater has significantly reduce the CO
emission of about 54%. It also reduces the CO2 dan HC emission, and in the other side increases the number of O2. The
re-heater has no significant effect to engine performance during the operation and also reduces the noise of motor.
Keywords: emission gas reducer, motor
1. Pendahuluan
Perkembangan otomotif sebagai alat transportasi, baik
di darat maupun di laut, sangat memudahkan manusia
dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Selain
mempercepat dan mempermudah aktivitas, di sisi lain
penggunaan kendaraan bermotor juga menimbulkan
dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan,
terutama gas buang dari hasil pembakaran bahan bakar
yang tidak terurai atau terbakar dengan sempurna.
Seperti diketahui bahwa proses pembakaran bahan
bakar dari motor bakar menghasilkan gas buang yang
secara teoritis mengandung unsur CO, NO2, HC, C, H2,
CO2, H2O dan N2, dimana banyak yang bersifat
mencemari lingkungan sekitar dalam bentuk polusi
udara. Unsur gas karbon monoksida (CO) yang
berpengaruh bagi kesehatan makhluk hidup perlu
mendapat kajian khusus, karena unsur karbon
monoksida hasil pembakaran bersifat racun bagi darah
manusia pada saat pernafasan, sebagai akibat
berkurangnya oksigen pada jaringan darah. Jumlah CO
yang terdapat di dalam darah, lamanya dihirup dan
kecepatan pernapasan menentukan jumlah karboksi-hemoglobin (kombinasi hemoglobin/karbon-monoksida)
di dalam darah, dan jika jumlah CO sudah mencapai
jumlah tertentu/jenuh di dalam tubuh maka akan
menyebabkan kematian.
95
MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 6, NO. 3, DESEMBER 2002
96
Penggunaan kendaraan bermotor di dalam kehidupan
manusia tidak bisa dikurangi, seiring dengan semakin
meningkatnya jumlah penduduk. Hal yang perlu
diperhatikan pula adalah meningkatnya jumlah
kendaraan namun tidak diikuti dengan upaya pelestarian
lingkungan hidup, sehingga disini perlu
dipertimbangkan dampak dari gas buang hasil proses
pembakaran terhadap pencemaran udara dan
lingkungan.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis sebagai hasil
kerja sama dengan Bapedalda Propinsi Bali,
menyiratkan bahwa gas karbon monoksida yang berasal
dari gas buang kendaraan akan sangat tinggi pada saat
motor dioperasikan pada beban yang besar dan putaran
yang rendah. Hal ini identik dengan kondisi saat macet,
karena pada kondisi macet inilah maka motor beroperasi
pada beban yang tinggi namun putaran rendah. Ini
berarti, gas karbon monoksida yang dilepas ke
lingkungan akan semakin tinggi pada saat macet.
Semakin banyak simpul – simpul kemacetan, semakin
banyak pula pelepasan gas karbon monoksida dan
karbon dioksida ke lingkungan.
Untuk pemakaian pada motor tempel dan stationer
engine, maka pengoperasian motor adalah identik
dengan kondisi macet tersebut di atas, karena keduanya
beroperasi pada beban yang tinggi dan putaran yang
rendah. Hal ini disebabkan karena motor tempel dan
stationer engine memerlukan torsi dan daya yang besar
untuk menghasilkan percepatan (akselerasi) yang tinggi.
Houghton [1] telah memprediksikan bahwa peningkatan
konsentrasi gas karbon monoksida dan karbondioksida
di atmosfer akan menaikkan temperatur global dan
secara langsung akan meningkatkan pula temperatur
lokal. Peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida di
atmosfer dalam jumlah dua kali lipat dari kondisi
semula di tahun 1995 (seiring dengan semakin
banyaknya jumlah kendaraan yang beroperasi serta
operasi dari kendaraan yang kurang terawat), akan
menaikkan temperatur global sekitar 1 – 3.5 ºC pada
tahun 2100. Kenaikan temperatur di atmosfer harus
terus terkontrol agar tidak melebihi angka 0.1 – 0.35 ºC
dalam satu dasawarsa.
Beranjak dari pemikiran di atas, penulis kembali bekerja
sama dengan Bapedalda Propinsi Bali membuat dan
mengembangkan suatu alat tambahan yang berfungsi
untuk mengurangi emisi gas buang CO, CO2 dan HC
yang disebabkan oleh mesin pembakaran, sampai batas
yang dapat diterima (acceptable level). Meskipun
Pemerintah Propinsi Bali mencanangkan konsentrasi
ambang batas gas buang CO adalah sebesar 4 %, namun
seiring dengan semakin meningkatnya jumlah mesin
pembakaran yang beroperasi, maka nilai emisi gas
buang tersebut harus terus dikurangi, agar perubahan
temperatur lokal di Bali dapat dipertahankan sebesar
0.1ºC dalam satu dasawarsa.
Adapun polutan-polutan dari gas buang yang sangat
mengganggu kesehatan adalah NOx , HC, CO [2]
Gas NOx dapat menyebabkan sesak napas pada
penderita asma, sering menimbulkan sukar tidur, batuk-batuk dan dapat juga mengakibatkan kabut atau asap.
NOx adalah gas yang tidak berwarna tidak berbau, tidak
memiliki rasa, dan dengan O2 akan sangat mudah, cepat
bereaksi dan berubah menjadi NO2 karena bersenyawa
dengan O2. Gas NO2 (nitrogen dioksida), dapat juga
merusak jaringan paru-paru dan jika bersama H2O akan
membentuk nitric acid (HNO3) yang pada gilirannya
dapat menimbulkan hujan asam yang sangat berbahaya
bagi lingkungan. Gas NOx terbentuk akibat temperatur
yang tinggi dari suatu pembakaran.
Hidrokarbon (HC) merupakan gas yang tidak begitu
merugikan manusia, akan tetapi merupakan penyebab
terjadinya kabut campuran asap (smog). Pancaran
hidrokarbon yang terdapat pada gas buang berbentuk
gasoline yang tidak terbakar. Hidrokarbon terdapat pada
proses penguapan bahan bakar pada tangki, karburator,
serta kebocoran gas yang melalui celah antara silinder
dan torak yang masuk ke dalam poros engkol yang biasa
disebut blow by gases (gas lalu).
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa karbon
monoksida (CO) sebagai gas yang cukup banyak
terdapat di udara, dimana gas ini terbentuk akibat
adanya suatu pembakaran yang tidak sempurna. Gas
karbon monoksida mempunyai ciri yang tidak berbau,
tidak terasa, serta tidak berwarna. Kendaraan bermotor
memberi andil yang besar dalam peningkatan kadar CO
yang membahayakan. Di dalam semua polutan udara
maka CO adalah pencemar yang paling utama.
Beberapa upaya untuk mengurangi polusi udara dapat
dinyatakan sebagai berikut ini:
1. Mengembangkan substitusi bahan bakar dengan
tujuan untuk mengurangi polutan (substitusi ini
bisa berupa bahan bakar tanpa timbal ataupun gas).
2. Mengembangkan sumber tenaga alternatif yang
rendah polusi (sumber tenaga bisa berupa tenaga
listrik, tenaga surya, ataupun tenaga angin).
3. Memodifikasi mesin untuk mengurangi jumlah
polutan yang terbentuk (modifikasi mesin bisa
dilakukan baik dengan menggunakan turbo cyclone,
memperbaiki sistem pencampuran bahan bakar,
maupun dengan mengatur pendinginan di dalam
ruang bakar).
4. Mengembangkan sistem pembuangan yang lebih
sempurna (sistem pembuangan dari gas buang bisa
disempurnakan dengan menggunakan semacam re-heater yang telah dikembangkan di Program Studi
Teknik Mesin Universitas Udayana, ataupun
MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 6, NO. 3, DESEMBER 2002
97
dengan menggunakan catalytic converter yang
biasanya dipasang pada kendaraan mewah).
5. Memperbaiki sistem pengapian (sistem pengapian
kendaraan dapat diperbaiki dengan mengatur
ignition time dan delay period dari motor bakar,
salah satunya adalah dengan menggunakan power
ignition, EFI (Electronic Full Injection).
6. Meningkatkan perawatan kendaraan bermotor
dengan jalan memeriksa kandungan gas buang
setiap 6 atau 12 bulan.
7. Menghindari cara pemakaian yang justru
menghasilkan polutan yang tinggi (beberapa cara
pemakaian yang salah adalah dengan meng-geber-
geber pedal gas ataupun melakukan trek – trek-an
di jalan raya, menambahkan pelumas pada knalpot
kendaraan sehabis di servis, dan beban angkut yang
melebihi kapasitas daya angkut motor).
Berdasarkan pada teori tersebut di atas, maka dibuatlah
alat tambahan dengan mempertimbangkan faktor dan
parameter tersebut.
2. Metode
Adapun prinsip kerja alat penurun emisi gas buang
adalah sebagai berikut:
• Pada dasarnya alat yang dirancang untuk
menurunkan kadar karbon monoksida (CO)
menggunakan sistem re-heater yaitu dengan
memanaskan kembali gas sisa hasil pembakaran
yang dibuang pada ujung knalpot dengan
memanfaatkan panas dari ruang bakar pada
kendaraan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 1a.
• Panas dari ruang bakar dicerat dengan
menggunakan pipa pelaluan yang dipertahankan
panasnya dengan menggunakan isolasi, seperti
disajikan pada Gambar 1a. Adapun panas yang
dicerat tersebut digunakan untuk memanaskan
kembali gas yang keluar dari knalpot untuk
menguraikan senyawa CO menjadi unsur C + O2,
seperti disajikan pada Gambar 1b.
• Untuk menguraikan setiap mol CO menjadi C + O2,
diperlukan kalor sebesar 26 kkal/mol [3]. Besarnya
energi ini diperoleh dari pemanasan tadi.
• Gas panas yang dicerat dari ruang bakar, akan
memberikan dampak yang buruk jika dibuang
langsung ke lingkungan karena memiliki
temperatur yang masih sangat tinggi. Sehingga
dalam hal ini diperlukan suatu pendinginan terlebih
dahulu sebelum gas buang yang dicerat tersebut
dialirkan ke knalpot bagian depan. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan pipa yang berliku,
seperti disajikan pada Gambar 1b.
• Temperatur gas buang yang masuk ke dalam alat
tambahan harus mampu mencapai panas sebesar 26
Kkal/mol, agar perpindahan panas yang terjadi
dapat sebesar mungkin. Apabila perpindahan panas
yang terjadi di dalam alat mendekati harga tersebut,
maka waktu yang diperlukan untuk menguraikan
gas buang CO menjadi lebih singkat.
• Sistem ini bekerja dan bertujuan untuk
memanaskan gas buang hasil proses pembakaran,
dimana gas buang yang berada di ujung knalpot
dipanaskan dengan gas buang yang temperaturnya
lebih tinggi, seperti disajikan pada Gambar 1a dan
1b. Sistem ini dioperasikan oleh kalor semata (heat-operated system) karena sebagian besar proses
operasi berkaitan dengan pemberian kalor untuk
melepaskan gas-gas buang pada tekanan dan
temperatur tinggi. Proses pemanasannya akan
berlangsung secara periodik, serta gas buang
dengan temperatur tinggi tersebut akan terus
mengalir ke dalam alat yang berfungsi untuk
memanaskan gas buang yang keluar dari knalpot.
Hasil pemanasan kembali terhadap gas yang keluar
dari knalpot inilah yang akan menurunkan emisi
gas buang kendaraan, serta hal ini belum pernah
dicoba oleh para peneliti yang lainnya.
• Metoda untuk menghitung laju pertukaran kalor di
dalam re-heater disajikan dalam Lampiran 2.
3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan pada hasil pengujian, disampaikan bahwa
alat penurun emisi gas buang yang dibuat mampu
mengurangi emisi gas buang CO hingga 50% dari harga
semula, sedangkan CO2 mampu direduksi antara 40%
hingga 58%, HC mampu dikurangi antara 40% hingga
50%, serta kandungan O2 meningkat hingga 10%,
seperti disajikan pada Tabel 1 - 5.
Hal ini berarti, bahwa alat tersebut mampu bekerja
untuk mengurangi emisi gas buang CO dan CO2, sesuai
dengan reaksi kimia yang telah disampaikan di atas.
Argumen ini juga didukung oleh meningkatnya
kandungan oksigen yang dihasilkan, berarti bahwa
pengurangan senyawa CO bukanlah karena berubah
menjadi senyawa CO2, tetapi lebih cenderung karena
terurai menjadi unsur C dan O2.
Bila karbon di dalam bahan bakar terbakar habis dengan
sempurna maka terjadi reaksi berikut:
C + O2 Æ CO2
Dalam proses ini yang terjadi adalah CO2. Apabila
unsur-unsur oksigen (udara) tidak cukup, akan terjadi
proses pembakaran tidak sempurna, sehingga karbon di
dalam bahan bakar terbakar dalam suatu proses sebagai
berikut:
C + ½ O2 Æ CO
MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 6, NO. 3, DESEMBER 2002
DOWNLOAD KLIK DISINI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar